Jumat, 07 Oktober 2011

TIRTA YATRA PKBM WIDYA AKSARA BANJAR (Paket B,C Desa Tigawasa) Pura Segara Rupek, ujung barat pulau Bali

feature TIRTA YATRA PKBM WIDYA AKSARA BANJAR (Paket B,C Desa Tigawasa) Pura Segara Rupek, ujung barat pulau Bali Tak banyak yang tahu, ujung terjauh Bali di bagian barat bukanlah di Gilimanuk, melainkan di Segara Rupek. Dalam peta Pulau Bali, lokasi Segara Rupek ini tepat berada di ujung hidung Pulau Bali. Ini termasuk wilayah Kabupaten Buleleng. Dari sinilah sesungguhnya jarak dekat antara Bali dengan Jawa dan di sinilah secara historis menurut sumber-sumber susastra-babad, kisah pemisahan Bali dengan Jawa dimulai, sehingga Bali menjadi satu pulau yang utuh dan unik. Beberapa hari yang lalu (25/9) kami keluarga besar PKBM Widya Aksara Banjar Paket B (Melati Putih) dan C (Nusa Indah) desa Tigawasa bertirta yatra ke sebuah pura yang berada di ujung barat pulau Bali yaitu Pura Segara Rupek. Bagi kami, nama pura Segara Rupek baru pertama kali ini didengar. Meskipun sejak beberapa tahun lalu kami sudah mulai mengunjungi beberapa pura yang cukup terkenal di Bali bahkan yang berada di pulau Nusapenida dan Blambangan namun pura Segara Rupek belum pernah kami temui sebelumnya. Pura Segara Rupek ini terletak di desa Sumber Klampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Pura ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Dari sini kami mengetahui jarak tempuh menuju Segara Rupek lebih jauh dari Gilimanuk. Selain karena ia terletak di dalam kawasan TNBB yang berupa hutan lindung sehingga tidak ada jalan aspal (butuh waktu sekitar ½-1jam dari jalan raya). Segara Rupek juga rupanya merupakan titik terdekat di Bali dari pulau Jawa. Oleh sebab itulah dari jalan menuju Segara Rupek kita akan dapat melihat pulau Jawa dengan jelas. Berdasarkan sumber susastra maupun berdasarkan keyakinan spiritual, kami menemukan bahwa lokasi Segara Rupek sudah sepatutnya diperhatikan sekaligus di-upahayu. Yang ada sejauh ini masih kurang layak. Menurut lontar Babad Arya Bang Pinatih, Empu Sidi Mantra beryoga semadi memohon kerahayuan seisi jagat kehadapan Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Baruna Geni, Danghyang Sidimantra dititahkan untuk menggoreskan tongkat beliau tiga kali ke tanah, tepat di daerah ceking geting. Akibat goresan itu air laut pun terguncang, bergerak membelah bumi maka daratan Bali dan tanah Jawa yang semula satu itu pun terpisah oleh lautan, lautan itu dinamakan Selat Bali. Guna lebih mempertebal rasa bakti sesuai dengan sumber susastra, dan ikut juga mayadnya ngastitiang kerahayuan jagat Bali, bahkan seluruh wilayah Indonesia maka, ngatahun awehana uti, nista, madya, utama ayu jawa pulina mwang banten bali pulina suci linggih dewa, paripurna nusantara. Artinya: setahun sekali dilakukan upacara pakelem, banten dirgayusa bumi, tawur gentuh pada hari Anggara Umanis, Wuku Uye. Setelah selesai sembahyang dengan khusuk, kami melepas lelah sejenak di wantilan pura, seraya melihat pemandangan laut yang indah ditambah lagi pemandangan pulau Jawa yang sangat jelas terlihat dari Segara Rupek. Kemudian, setelah selama 2 jam melepas lelah, kami melanjutkan perjalanan tirta yatra ke Pura Pulaki, Pura Melanting, dan Pura Kerta Kawat. (rvn).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar